SURABAYA – KONI Jatim menilai pola pembinaan yang diterapkan dalam Pemusatan Latihan Daerah (Puslatda) Jatim, sudah bagus. Terbukti, atlet Jatim mampu berprestasi di Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX 2016, di Jawa Barat (Jabar).
Meski demikian, tiga pilar yang menjadi pola pembinaan di Jatim tersebut, akan disempurnakan. Ketiga pilar pola pembinaan itu meliputi fisik, kesehatan dan psikologi.
“Akan disempurnakan, khususnya menghadapi PON 2020 di Papua. Tadi, ada usulan ditambah dengan bio mekanik,” kata Direktur Puslatda Jatim, Dhimam Abror kepada wartawan usai Rapat Koordinasi (Rakor) Penyusunan Rancangan Puslatda Jatim 100/IV dalam rangka menyongsong PON XX 2020, di Papua.
Menurutnya, ada beberapa hal penyempurnaan pola pembinaan yang akan dilakukan oleh KONI Jatim untuk ke depannya. Pertama, hubungan antara KONI Jatim dengan Pengurus Provinsi (Pengprov) cabang olahraga (cabor) harus lebih mesra lagi.
“Saat kali pertama Puslatda ditangani KONI Jatim, ada yang merasa pengprov ditinggalkan. Pengprov tidak ikut dilibatkan dalam proses perekrutan atlet dan sebagainya,” ungkapnya.
Kedua, lanjutnya, KONI akan menyempurnakan sistem seleksi atlet yang menghuni Puslatda Jatim 100 jilid IV. Jika sebelumnya banyak cabor yang merekrut atlet jadi dan berpeluang merebut medali emas, ke depan pola seperti itu akan dikurangi.
Seluruh pengprov cabor tidak mutlak harus mengambil atlet dari luar. Pengprov diupayakan untuk memaksimalkan pembinaan kepada atlet lokal yang kemampuannya tidak kalah bagusnya dengan atlet yang sudah jadi.
“Rekrutmen atlet bisa dilakukan jika sudah tidak ada lagi atlet Jatim yang berpotensi merebut emas di PON. Tapi, kalau ada atlet Jatim yang cukup bagus, maka tidak perlu merekrut atlet dari daerah lain. Jadi, sistem rekrutmen harus dimulai dari nol,” jelasnya.
Namun, KONI Jatim tidak menutup sebelah mata bila ada atlet Jatim yang hijrah ke daerah lain untuk kembali ke daerah asalnya. Selama mereka masih berprestasi, KONI Jatim akan membuka pintu selebar-lebarnya. “Bisa kembali jika ada atlet Jatim yang membela daerah lain,” ucapnya.
Soal pelatih, Abror sepakat pelatih yang menangani Puslatda harus memiliki sertifikat kepelatihan. Tak bisa dipungkiri di Jatim masih cukup banyak pelatih yang tak bersertifikat. Seperti di cabor panahan.
“Tadi, pak Denny Trisyanto bilang di panahan tidak ada sertifikasi pelatih. Atlet panahan Jatim dilatih oleh pelatih yang dulunya menjadi atlet. Nah, kita sarankan nanti pelatihnya harus bersertifikat dan KONI siap membantu,” tuturnya.
Abror yakin semua pelatih Jatim nantinya punya sertifikat. Sebab, masing-masing induk olahraga (PB) punya sertifikasi sendiri. Misalnya, cabor sepakbola dan renang. “Di sepakbola ada pelatih yang punya lisensi A dan B. Di renang juga demikian,” tandasnya. (ega)