Tingkatkan Prestasi Atlet dengan IPTEK

23
Prof Made saat memberikan materi dalam FGD Pokja wartawan KONI Jatim

SURABAYA – Ada hal yang menarik dari forum Focus Group Discusion yang digelar Kelompok Kerja (Pokja) wartawan KONI Jatim, Selasa (19/12/2017). Forum diskusi dengan tema “Bersama meningkatkan kompetensi menuju Jatim juara umum PON XX-2020 ini, menghasilkan beberapa solusi untuk meningkatkan prestasi atlet yang selama ini luput dari perhatian para pelatih dan pembina olahraga di Jatim.

Seperti disampaikan Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Prof Dr I Made Sriundy Mahardika yang menjadi nara sumber di diskusi tersebut. Menurut dia, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) olahraga di era sekarang mutlak harus dilakukan. Seiring dengan kemajuan teknologi, maka pembinaan atlet dengan iptek sudah tak bisa ditawar lagi.

“KONI Jatim sudah menerapkan iptek untuk meningkatkan prestasi atlet, karena mencetak atlet berprestasi tidak bisa dengan cara instan. Bahkan, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang olahraga atau sport science yang dilakukan KONI Jatim lebih bagus dari KONI Pusat,” ujarnya.

Sayangnya, penerapan sport science KONI Jatim kurang dipahami betul oleh seluruh KONI Kabupaten/Kota di Jatim. Mereka menghendaki agar ada keseragaman penerapan iptek antara KONI Jatim dengan KONI daerah. Seperti, kebutuhan peralatan canggih, sehingga mereka dengan mudah memberikan pelatihan kepada atletnya.

“Kalau pola latihan tidak boleh seragam, tetapi teorinya harus sama. Sebab, kalau diseragamkan, prinsip individualisasi tidak jalan. Jadi, betul-betul individual. Ini yang perlu diajarkan ke pelatih. Cabornya boleh sama tapi kondisinya beda,” paparnya.

Diutarakan, latihan bisa dilakukan dengan menggunakan cara-cara sederhana, tetapi tetap berbasis iptek. Yaitu, mengimplementasikan teori-teori kepelatihan di dalam praktek kepelatihannya. “Ini yang sudah melakukan, seperti Bojonegoro, Situbondo, Pasuruan,” tandasnya.

Intinya, lanjut Made Sriundy, bukan pada alat yang canggih. Namun, bagaimana teori-teori olahraga itu dipraktekkan. Peralatan itu sifatnya hanya membantu supaya lebih mudah. “Jadi, alat canggih itu belum menjamin, karena itu hanya alat,” tegasnya.

Dia memberi contoh, program gizi yang dilakukan oleh KONI. Apakah program gizi itu berjalan efektif, bisa dicek melalui menu makan atlet. “Tapi, karena kita supaya lebih cepat, kita buatkan berbasis android, supaya mengeceknya lebih gampang,” cetusnya.

Namun, diakui, sebenarnya tujuannya lebih gampang, ada alat dan tanpa alat. Kita menggunakan teknologi lebih mudah saja di dalam memanajenya. (sha)

BAGIKAN