SURABAYA – Kegagalan kontingen Indonesia di laga SEA Games 2017, bukan berarti Menpora harus didesak mundur. Justru harus ada evaluasi secara bersama antara Satlak Prima, KONI dan KOI. “Jadi salah alamat, maaf kepada teman-teman menyalahkan Menpora. Dan tidak ada hubungannya. Posisi Menpora itu mewakili Negara. Beliau itu hanya memfasilitasi atas permintaan Satlak Prima,” kata Ketua Harian KONI Jatim, M Nabil, Selasa (5/9).
Bahkan, kata Nabil, Menpora tidak merekom siapa pun untuk atlet maupun pelatih. “Satlak Prima justru yang faham, bagaimana porsi latihan dan kekuatan lawan-lawan tanding,” tegasnya.
Nabil memberikan masukan kepada Menpora, justru yang harus dibenahi adalah perombakan posisi yang mengelola, rekrutmen atlet, pelatih. “Karena itu titik paling penting keberhasilan itu, bukan pada posisi cabang olahraga masing – masing atau pengurus pusatnya,” jelasnya.
Nabil setuju, SEA Games 2017 adalah kegagalan, namun bukan berarti Menpora disudutkan agar mundur. “Dari sisi apa pun Menpora tidak bisa disalahkan. Beliau sudah berupaya terus memantau latihan para atlet. Namun beliau secara teknis tidak memberikan rekomendasi siapa atlet yang dikirim. Dan hal yang luar biasa Menpora sudah hadir di arena SEA Games.”
Nabil mengakui, kegagalan Indonesia di SEA Games yang hanya mengumpulkan 38 emas, 62 dan 89 perunggu, namun bukan salah hitung. “Dimana kita akan mengetahui keberhasilan, kalau kita nggak mengetahui kekurangan dan kegagalan kita.”
Bukan hanya perombakan pengelola, namun memperhatikan pembinaan yang berada di bawah KONI. Sebab, KONI di daerah yang menelorkan atlet berprestasi. Ia mencontohkan, keberhasilan sumbangsih atlet Jawa Timur untuk tim Merah Putih di SEA Games 2017, yakni : 10 emas 27 perak dan 40 perunggu, dari yang diperoleh Indonesia : 38 emas 62 perak 89 perunggu. “Ini prestasi yang sangat luar biasa di level lokal/KONI daerah. Berarti pembinaan di daerah kan sangat bagus dan berjalan,” ujar Nabil.
Jawa Timur, kata Nabil, sudah memberikan kontribusi terhadap hasil pembinaan prestasi atlet. “Kalau dihitung hasil atlet Jawa Timur medali perak dan perunggu sudah mendekati angka lima puluh persen. Dan perolehan emasnya dua puluh enam persen. Jadi pembinaan lokal di seluruh Indonesia harus terus dipantau oleh Satlak Prima.”
Ke depan, Nabil mengatakan peran KONI daerah dievaluasi, karena mempunyai struktur di kota/kabupaten. “Bagaimana rekrutmen atlet melalui KONI, karena di daerah ada Porkot dan Porda yang rekrutmennya obyektif dan menjaga fair play,” katanya.
Singkatnya, antara KONI dan KOI berjalan bersama – sama untuk menelorkan atlet prestasi di dalam negeri maupun luar negeri. “Antara KONI dan KOI sama – sama punya kewenangan, namun kita nggak bisa mendikotomi, semuanya untuk Merah Putih. Tidak berfikir sektoral lagi,” pungkasnya. (ega)