KONI Selektif Soal Pelatih

3

SURABAYA – KONI Jawa Timur, akan selektif dalam menunjuk pelatih yang akan menangani atlet Puslatda Jatim 100/IV. Pelatih tidak cukup mengandalkan bakat saja, tapi harus memiliki ilmu kepelatihan.

“Belajar dari pengalaman Puslatda kemarin, maka ke depan kita akan selektif dalam memilih pelatih,” kata Ketua Umum KONI Jatim, Erlangga Satriagung dalam pembukaan Diskusi sehari “Evaluasi Prestasi Jawa Timur di PON XIX 2016, Jawa Barat”

Berdasarkan pengalaman, menurutnya, masih banyak pelatih yang tidak bisa menyusun program latihan. Misalnya, bagaimana pelatih harus membuat jadual latihan untuk atletnya agar bisa pada peak peformancenya di even yang diikutinya.

“Jadi, pelatih harus bersertifikat. Tidak bisa jadi pelatih hanya karena pernah menjadi jagoan ketika masih menjadi atlet, karena teknik kepelatihan di era sekarang sudah berbeda,” ujarnya.

Selektif memilih pelatih Puslatda Jatim nanti, tidak hanya berlaku pada pelatih lokal, tapi juga asing. Pelatih asing yang didatangkan harus pelatih berkualitas, karena anggaran yang dikeluarkan tidak sedikit.

“KONI mendatangkan pelatih asing bukan untuk memunafikkan pelatih lokal, tapi semata-mata perkembangan ilmu olahraga atau sport sciences luar biasa. Kunci prestasi atlet itu ada di pelatih,” jelasnya.

Untuk mendatangkan pelatih asing, lanjutnya, KONI mengeluarkan anggaran Rp 5 miliar setiap bulannya. Pelatih asing tersebut dikontrak untuk mengasah kemampuan atlet di Puslatda dalam menghadapi PON XIX 2016 di Jabar.

“Banyak program persiapan PON Jabar yang dilakukan. Selain mendatangkan pelatih asing, KONI juga mengirim atlet berlatih ke luar negeri, agar atlet yang digembleng bisa mendapatkan prestasi bagus di PON Jabar,” tuturnya.

Masih dalam rangka meningkatkan prestasi atlet, KONI Jatim juga melakukan tes kesehatan kepada seluruh atlet Puslatda. Hasilnya, 26 persen atlet yang menyumbangkan medali emas di berbagai even mengalami penurunan fungsi ginjal. Ada yang parah dan setengah parah.

Dari hasil tes kesehatan juga diketahui 52 persen atlet mengalami berbagai macam cidera. Sampai-sampai mayoritas atlet menolak melakukan tes, karena merasa tidak mengalami cedera.

“Maka kami melapor ke pak Gubernur. Kami minta format pembinaan harus dirombak, karena tidak fair atlet yang ditargetkan emas tapi secara fisik hancur,” ujarnya.

Untuk itu, Erlangga menyebut KONI belajar sport sciences ke Australia dan menemukan format bagaimana membina atlet dan semua aspek dikawal. (ega)

BAGIKAN