BANDUNG – Panitia penyelenggara cabang olahraga (cabor) sepatu roda Pekan Olahraga Nasional (PON) XIX Jawa Barat (Jabar) 2016 ternyata gagap teknologi, alias gaptek. Meski didukung oleh alat penghitung yang berteknologi tinggi, toh nyatanya mereka tak bisa mengoperasikannya.
Dari pantuan wartawan di lintasan sepatu roda GOR Saparua, Bandung, panpel masih menggunakan alat hitung manual. Padahal mereka sudah disediakan mesin otomatis yang memiliki teknologi lebih tinggi. Toh hal ini tak membuat mereka meninggalkan alat yang sudah kuno dan jadul.
Heri Sudrajad, Ketua panpel cabor sepatu roda mengakui bahwa pihaknya tidak bisa mengoperasikan alat hitung yang lebih maju. Ia berdalih alat hitung otomatis itu datang terlalu berdekatan dengan pelaksanaan PON.
“Automatic timer ini datangnya berdekatan dengan pertandingan, jadi kami belum siap. Penggunaan alat ini kan harus dipelajari dan waktunya juga tidak mumpuni,” kelit Heri kepada awak media, Kamis (22/9) pagi.
Keputusan menggunakan teknologi jadul menuai protes dari Jawa Timur (Jatim). Menurut manajer Bambang Purnomo, saangat disayangkan jika Jabar yang memiliki lapangan sepatu roda berkualitas, tapi alat hitungnya masih sangat kuno.
Bahkan yang lebih ironis, panpelnya tak bisa mengoperasikan alat yang lebih canggih. “Ini event besar, sekelas PON. Masa alat penghitung waktunya manual. Harusnya kan memakai automatic timer,” sindir Bambang.
Meski mengundang protes dari peserta, Heri masih saja beralibi. Ia berani menjamin tidak ada kecurangan di cabor sepatu roda meski menggunakan alat yang tak memiliki teknologi terkini.
“Meskipun kita menggunakan penghitungan manual, saya pastikan tidak ada kecurangan. Semua bisa hitung dan mencocokkan waktu dengan milik wasit jika mereka melakukan protes,” janjinya.(va)