SURABAYA – Kisruh gelaran Pra-PON cabang olahraga (cabor) sepakbola terus menarik banyak pihak. Bahkan, KONI Jatim berencana melancarkan protes ke Panitia Besar (PB) PON dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) atas ketidakberesan dalam penyelenggaraan babak kualifikasi di Bandung, beberapa waktu lalu.
Protes keras itu dituangkan dalam surat yang dikirim ke PB PON dan Kemenpora. Surat protes tersebut dikirim KONI Jatim, setelah menerima laporan hasil dan kronologis pertandingan tim Pra-PON Jatim dari ofisial, Selasa (29/3).
“Saya sudah melaporkan kegagalan tim Pra-PON Jatim, akibat dikerjai wasit dan panpel Pra PON. Kami minta KONI Jatim protes ke KONI Pusat, PB PON dan sangat perlu ke Kemenpora,” kata pelatih tim Pra-PON Jatim, Hanafing kepada wartawan di KONI Jatim.
Dalam laporannya, Hanafing menjelaskan kemenangan Jatim 6-0 atas DI Yogjakarta di laga pertama, membuat Jateng dan DKI Jakarta ketar-ketir. Hasil gemilang Jatim tersebut, berujung pada keputusan wasit yang kontroversial di laga berikutnya.
Keputusan kontroversial wasit terlihat dalam laga Jateng lawan Banten (2-1), Banten lawan Jakarta yang berakhir WO untuk tim ibukota, Jateng lawan Jatim (1-1), Jatim-Banten (1-1) dan DKI-Jatim (2-2). Duel Jakarta lawan Jatim terjadi keanehan dalam panpel dan kepemimpinan wasit.
Puncaknya, panpel mengganti seluruh perangkat wasit. Perangkat wasit di laga lanjutan kedua tim di stadion Arcamanik, Bandung, Kamis (24/3), digantikan perangkat wasit baru pada pertandingan tunda yang digelar Jumat (25/3) pagi.
Laga kedua tim ditunda Jumat, karena terjadi kericuhan. Pada menit 74, pertandingan dihentikan setelah penjaga gawang Jakarta, Dendy memukul wasit Dadan Suhada dan dihukum kartu merah. Tak terima dengan keputusan wasit, pemain Jakarta berusaha mengeroyok wasit. Pertandingan akhirnya terpaksa ditunda setelah pihak panpel dan keamanan menilai wasit tidak bisa melanjutkan pertandingan akibat luka lebam dikeroyok pemain dan ofisial Jakarta. Laga kedua tim yang tersisa 16 menit dilanjutkan keesokan paginya.
“Awalnya, kami keberatan, karena khawatir akan dikerjai. Ternyata kekhawatiran kami terbukti,” ujar Hanafing.
Gelaran sepakbola Pra-PON di Bandung, sebut Hanafing, jauh dari kata sprotivitas dan fair play. Tim yang tidak lolos rata-rata adalah tim yang berkualitas, karena faktor non teknis. Semua kerusuhan terjadi di semua grup A, C, D, E dan F, karena pemukulan wasit. “Kejadian tersebut, telah mencoreng niat baik Kemenpora yang ingin membenahi tata kelola sepakbola nasional untuk lebih baik, jujur, jauh dari mafia sepakbola dan menjunjung tinggi sportivitas,” jelasnya.
Solusinya, lanjutnya, pihak (tim) yang dirugikan diberi peluang lolos ke PON Jabar. Caranya, dengan menambahkan kuota yang semula hanya diikuti 12 tim menjadi 16 tim. Keempat tim tersebut, diambilkan dari grup A Jawa urutan ke 3, grup C Kalimantan urutan 2, grup D dan E Sulawesi urutan 2 dan grup F Maluku/Papua urutan 2. “Solusi penambahan kuota ini akan menjawab ketidakpuasan tim yang dirugikan,” tandasnya.(va)